Permasalah
asap di Riau dan sekitarnya semakin meluas, titik asap yang semakin banyak
membuat petugas semakin sulit untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pantauan
Satelit Terra Aqua dari NASA pada Minggu (4/10) tercatat 1.820 titik, yaitu di
Sumatera 1.563 titik (Sumatera Selatan 1.340, Riau 9, Jambi 131, Babel 22,
Lampung 57, Kepri 1), dan di Kalimantan 257 (Kalimantan Barat 51, Kalimantan
Tengah 108, Kalimantan Selatan 71, Kalimantan Timur 27).[1]
Titik api ini yang menyulitkan penanggulangan bencana asap tersebut. Efeknya
jarak pandang tentu akan sangat terbatas apabila terjadi secara terus menerus
karena asap yang dihasilkan semakin banyak.
Jarak
pandang pada 4 Oktober 2015 pukul 17:00 WIB di Pekanbaru 500 m, Jambi 500 m,
Palembang 700 m, Ketapang 800 m, Sintang 400 m, Pontianak 1.000 m, dan
Palangkaraya 100 m. Kualitas udara dari ISPU juga menunjukkan level Tidak Sehat
hingga Berbahaya. Udara di Pekanbaru 380 ugr/m3 (Berbahaya), Jambi 504
(Berbahaya), Palembang 391 (Berbahaya), Palangkaraya 983 (Berbahaya), Medan 166
(Tidak Sehat), Pontianak (275 (Sangat Tidak Sehat).[2]
Jarak pandang seperti ini akan menyebabkan banyak hal, misalkan penerbangan
akan menjadi terganggu, begitu juga transportasi darat, karena jarak pandang
ini kemungkinan terjadinya kecelakaan cukup besar.
Dengan
banyaknya titik asap ini menyebabkan kualitas udara di sekitar daerah tersebut
bisa tergolong berbahaya. penurunan kualitas udara yang diukuran dengan nama
ISPU atau Indeks Standar Pencemar Udara. Pengukuran ISPU dilakukan oleh Badan
Lingkungan Hidup Riau, Pusat Pengelolaan Ekoregion Sumatera Kemenhut dan
Chevron. Data ISPU Februari sampai dengan Maret menunjukkan bahwa kondisi udara
di sebagian wilayah Riau dalam kondisi BERBAHAYA. Hal ini yang menyebabkan
Pemda Riau mengambil kebijakan meliburkan anak sekolah dari SD sampai SMA.[3]
Denan adanya status berbahaya ini menyebabkan hak atas untuk memperoleh
pendidikan oleh anak-anak juga menjadi terhambat karena bencana seperti ini.
Dampak
lain adalah peningkatan jumlah penderita penyakit ISPA, Pneumonia, Asma,
Iritasi Mata dan Iritsi Kulit. Penderita penyakit tersebut naik drastis sekitar
172% sejak status tanggap darurat asap ditetapkan oleh Gubernur Riau pada 26
Februari 2014.[4]
Korban asap pun bisa terbilang sangat tinggi. Data
dari Dinas Kesehatan Provinsi Riau menunjukkan bahwa penderita ISPA yang
memiliki jumlah paling banyak penderitanya, dari 18.893 jiwa pada 26 Februari
2014, meningkat 2 kali lipat menjadi 43.463 jiwa pada 12 Maret 2014. Kabupaten
yang paling banyak penderita ISPA adalah Rokan Hilir dan Pekanbaru dengan
jumlah penderita > 5.000 orang. Selanjutnya daerah dengan jumlah penderita
ISPA 2.000 – 5.000 orang adalah Rokan Hulu, Kota Dumai, Bengkalis, Kampar, Siak
dan Pelalawan. Wilayah dengan penderita < 2.000 orang adalah Meranti,
Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, dan Kuansing.[5]
Terlihat jelas sekali banyak korban yang cukup memperihatinkan karena asap
tersebut. Hal ini menunjukan bahwa penanggulangan bisa tergolong lamban dan
menyebabkan korban bisa di bilang mencapai dua kali lipat dari yang sebelumnya.
Data
pada tanggal 26 Februari 2014, penderita iritasi kulit 650 jiwa, penderita asma
451 jiwa, penderita iritasi mata 337 jiwa, penderita penumonia 326 jiwa.
Tercatat pada tanggal 12 Maret 2014 meningkat menjadi 2.192 jiwa penderita
iritasi kulit, 1.621 jiwa penderita
asma, 1.506 jiwa penderita iritasi mata,
809 jiwa penderita penumonia.[6]
Hal ini sangat memperihatinkan jika melihat data tersebut, penyakit yang
diderita tidak hanya asma, tapi juga iritasi mata, iritasi kulit juga, hal ini
perlu diperhatikan oleh pemerintah dengan segera.
Asap
yang terjadi ini tidak hanya berdampak di dalam negeri yaitu Indonesia, tapi
juga sampai ke negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Kepala Pusat
Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo
Purwo Nugroho menyatakan asap kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan
Kalimantan mulai menutupi wilayah Singapura dan sebagian barat Serawak,
Malaysia.[7] Malaysia
juga terkena dampak langsung dari asap ini. Secara umum jarak pandang di
Malaysia mencapai 10 kilometer, tergolong kondusif. Namun di Johor, yang dekat
dengan Kepulauan Riau (Kepri) jarak pandang hanya 4.000 meter.[8] Hal
ini akan menyebabkan bertambahnya persoalan, karena tidak hanya mengurus dalam
negeri, tapi hal ini akan menimbulkan potensi akan terjadinya konflik antar
negara.
Jaringan
supermarket terbesar di Singapura, NTUC FairPrice menyatakan akan menarik tisu
dan produk lain buatan perusahaan asal Indonesia, Asia Pulp & Paper menyusul
terjadinya kabut asap yang melanda negeri jiran itu.[9] Dari
sektor perdagangan di luar negeri khususnya Singapura yang terkena langsung
oleh asap ini akan mengancam Indonesia.
Thailand
juga tidak ketinggalan terkena dampak dari asap ini. Departemen Meteorologi
Malaysia, mencatat bahwa asap ini telah mencapai selatan Thailand, termasuk di
provinsi Songkhla, Trang, Yala and Pattani yang sangat dekat dengan Malaysia.[10]
Dengan
adanya asap sampai ke negara tetangga ini bisa jadi menyebabkan dampak yang
sangat buruk di kawasan juga. Integerasi kawasan ASEAN juga bisa terancam,
karena hal ini juga bisa menyebabkan konflik diantara negara-negara kawasan.
Untuk
mencegah terjadinya konflik antar negara, ASEAN kemudian membuat suatu
perjanjian untuk mengatur batas lintas negara. Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA dalam
Pendapat Akhir Presiden Republik Indonesia mengatakan “Pengesahan ASEAN
Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) ini merupakan langkah yang
tepat bagi Indonesia untuk menunjukkan keseriusan dalam penanggulangan asap
lintas batas akibat dari kebakaran lahan dan/atau hutan. Selama ini Pemerintah
Indonesia telah melakukan serangkaian kegiatan pencegahan dan penanggulangan
kebakaran lahan dan/atau hutan, dimana upaya Pemerintah Indonesia tersebut
memperoleh apresiasi dalam berbagai forum ASEAN, terutama tahun 2003 sampai
2014.”[11]
Ini meneunjukan komitmen Indonesia untuk mengatasi masalah kabut asap yang
terjadi selama ini. Namun demikian, pada tahun 2015 kabut asap ini terjadi lagi
dan penyebabnya masih sama banyak lahan gambut yang terbakar bukan hanya karena
factor alam, tapi juga karena adanya pembakaran hutan yang dilakukan oleh
oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang berujuan untuk pembukaan lahan agar
bisa ditanami kelapa sawit.
Seperti yang dilansir oleh berita online BBC, sekitar 20
aktor yang menjadi pelaku dan mereka itu terlibat di lapangan dan mendapatkan
keuntungan secara ekonomi dari pembakaran hutan dan lahan. [12]
Analisa
Opini menggunakan teori politik hijau. Menurut Dobson : “...Poitik hijau menyatakan bahwa pertumbuhan
ekonomi yang bersifat eksponen yang berlangsung sepanjang 2 abad terakhir yang
merupakan penyebab utama krisis lingkungan yang ada sekarang ini[13].
Secara teori politik hijau, hal yang dilakukan oleh
aktor-aktor yang terlibat dalam pembukaan lahan dan pada akhirnya menghalalkan
secara demi kepentingan pribadi hal ini memngakibatkan terjadinya krisis
terhadap lingkungan. Seperti yang dijelaskan berapa banyak dampak yang terjadi akibat
dari pembukaan lahan dengan cara pembakaraan pohon dan asapnya sampai ke
seluruh tempat di Riau bahkan ke luar pulau dan lebih parahnya sampai ke luar
negeri.
Aksi ini dianggap sangat tidak bertanggung jawab dan aksi
yang hanya untuk kekuasaan saja tidak dibenarkan. Kemudian Eckersley mengatakan
“... jika semua kekuasaan
disentralisasikan, maka tidak akan ada mekanisme untuk mengatur respon terhadap
permasalahan lingkungan regional atau global...”[14] kemudian ada sekelompok peneliti pimpinan
Donella Meadows yang meramalkan “...tingkat
pertumbuhan pada masa sekarang ini banyak bahan baku yang akan menipis dengan
cepat, polusi dengan cepat akan melapaui kapasitas penyerapan lingkungan...”[15]
Kebakaran hutan yang terjadi di Riau beberapa tahun
belakangan ini menegaskan ramalan yang dilakukan oleh para peniliti pimpinan
Donella Meadows. Terlihat seperti data yang ada di atas bahwa bahan baku yang
seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kehidupan beberapa tahun ke depan justru
dimusnahkan begitu saja yang pada akhirnya menimbulkan peningkatan polusi.
[1] Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 1.340 Titik Panas Kepung Sumatera Selatan, Asap Meluas, diakses
dalam : http://www.bnpb.go.id/berita/2616/1340-titik-panas-kepung-sumatera-selatan-asap-meluas,
(20/10/2015, 16:32)
[2] Ibid
[3] Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kabut Asap Masih Menyelimuti dan Memperburuk Kualitas Udara di Riau,
diiakses dalam : http://www.bnpb.go.id/berita/1990/kabut-asap-masih-menyelimuti-dan-memperburuk-kualitas-udara-di-riau,
(20/10/2015, 16:40)
[4] Ibid
[5] Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Penderita Penyakit Akibat Asap Riau Naik 2 Kali Lipat, diakses
dalam : http://www.bnpb.go.id/berita/1985/penderita-penyakit-akibat-asap-riau-naik-2-kali-lipat,
(20/10/2015, 16:46)
[6] Ibid
[7] Yohannie Linggasari, Asap
Mulai Mengepung Singapura dan Malaysia, CNN Indonesia, diakses dalam: http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150913042926-20-78359/asap-mulai-mengepung-singapura-dan-malaysia/,
(20/10/2015, 17:06)
[8] BMKG: Udara Malaysia &
Singapura Tercemari Asap Riau, diakses dalam: http://news.okezone.com/read/2015/09/10/340/1211674/bmkg-udara-malaysia-singapura-tercemari-asap-riau,
(20/10/2015, 16:10)
[9] Bambang Priyo Jatmiko, Kabut
Asap, Supermarket Singapura Hentikan Penjualan Produk Indonesia, diakses
dalam: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/10/07/150315926/Kabut.Asap.Supermarket.Singapura.Hentikan.Penjualan.Produk.Indonesia,
(20/10/2015, 17:13)
[10] Asap Indonesia Sampai
Thailand, Republika Online http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/10/06/nvrusd335-asap-indonesia-sampai-thailand,
(20/10/2015, 17:24)
[11]Indonesia Meratifikasi
Undang-Undang Tentang Pengesahan Asean Agreement On Transboundary Haze
Pollution (Persetujuan Asean Tentang Pencemaran Asap Lintas Batas), Mentri Lingkungan Hidup, diakses dalam: http://www.menlh.go.id/indonesia-meratifikasi-undang-undang-tentang-pengesahan-asean-agreement-on-transboundary-haze-pollution-persetujuan-asean-tentang-pencemaran-asap-lintas-batas/,
(20/10/2015, 17:46)
[12] Isyana Artharini, Siapa ‘aktor’
di balik pembakaran hutan dan lahan?, diakses dalam : http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/09/150923_indonesia_pembakaranlahan
(22/11/2015, 20:51)
[13] Scott Burchill & Andrew Linklater, 1996, Theories of
International Relations (New York : ST Martin’s Press) dalam terj., M. Sobirin,
Teori – teori Hubungan Internasional, Bandung : Nusa Media, hal 338
Tidak ada komentar:
Posting Komentar