Minggu, 22 November 2015

Siapakah dia?



Permasalah asap di Riau dan sekitarnya semakin meluas, titik asap yang semakin banyak membuat petugas semakin sulit untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pantauan Satelit Terra Aqua dari NASA pada Minggu (4/10) tercatat 1.820 titik, yaitu di Sumatera 1.563 titik (Sumatera Selatan 1.340, Riau 9, Jambi 131, Babel 22, Lampung 57, Kepri 1), dan di Kalimantan 257 (Kalimantan Barat 51, Kalimantan Tengah 108, Kalimantan Selatan 71, Kalimantan Timur 27).[1] Titik api ini yang menyulitkan penanggulangan bencana asap tersebut. Efeknya jarak pandang tentu akan sangat terbatas apabila terjadi secara terus menerus karena asap yang dihasilkan semakin banyak.
Jarak pandang pada 4 Oktober 2015 pukul 17:00 WIB di Pekanbaru 500 m, Jambi 500 m, Palembang 700 m, Ketapang 800 m, Sintang 400 m, Pontianak 1.000 m, dan Palangkaraya 100 m. Kualitas udara dari ISPU juga menunjukkan level Tidak Sehat hingga Berbahaya. Udara di Pekanbaru 380 ugr/m3 (Berbahaya), Jambi 504 (Berbahaya), Palembang 391 (Berbahaya), Palangkaraya 983 (Berbahaya), Medan 166 (Tidak Sehat), Pontianak (275 (Sangat Tidak Sehat).[2] Jarak pandang seperti ini akan menyebabkan banyak hal, misalkan penerbangan akan menjadi terganggu, begitu juga transportasi darat, karena jarak pandang ini kemungkinan terjadinya kecelakaan cukup besar.
Dengan banyaknya titik asap ini menyebabkan kualitas udara di sekitar daerah tersebut bisa tergolong berbahaya. penurunan kualitas udara yang diukuran dengan nama ISPU atau Indeks Standar Pencemar Udara. Pengukuran ISPU dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Riau, Pusat Pengelolaan Ekoregion Sumatera Kemenhut dan Chevron. Data ISPU Februari sampai dengan Maret menunjukkan bahwa kondisi udara di sebagian wilayah Riau dalam kondisi BERBAHAYA. Hal ini yang menyebabkan Pemda Riau mengambil kebijakan meliburkan anak sekolah dari SD sampai SMA.[3] Denan adanya status berbahaya ini menyebabkan hak atas untuk memperoleh pendidikan oleh anak-anak juga menjadi terhambat karena bencana seperti ini.
Dampak lain adalah peningkatan jumlah penderita penyakit ISPA, Pneumonia, Asma, Iritasi Mata dan Iritsi Kulit. Penderita penyakit tersebut naik drastis sekitar 172% sejak status tanggap darurat asap ditetapkan oleh Gubernur Riau pada 26 Februari 2014.[4] Korban asap pun bisa terbilang sangat tinggi. Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Riau menunjukkan bahwa penderita ISPA yang memiliki jumlah paling banyak penderitanya, dari 18.893 jiwa pada 26 Februari 2014, meningkat 2 kali lipat menjadi 43.463 jiwa pada 12 Maret 2014. Kabupaten yang paling banyak penderita ISPA adalah Rokan Hilir dan Pekanbaru dengan jumlah penderita > 5.000 orang. Selanjutnya daerah dengan jumlah penderita ISPA 2.000 – 5.000 orang adalah Rokan Hulu, Kota Dumai, Bengkalis, Kampar, Siak dan Pelalawan. Wilayah dengan penderita < 2.000 orang adalah Meranti, Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, dan Kuansing.[5] Terlihat jelas sekali banyak korban yang cukup memperihatinkan karena asap tersebut. Hal ini menunjukan bahwa penanggulangan bisa tergolong lamban dan menyebabkan korban bisa di bilang mencapai dua kali lipat dari yang sebelumnya.
Data pada tanggal 26 Februari 2014, penderita iritasi kulit 650 jiwa, penderita asma 451 jiwa, penderita iritasi mata 337 jiwa, penderita penumonia 326 jiwa. Tercatat pada tanggal 12 Maret 2014 meningkat menjadi 2.192 jiwa penderita iritasi kulit,  1.621 jiwa penderita asma,  1.506 jiwa penderita iritasi mata, 809 jiwa penderita penumonia.[6] Hal ini sangat memperihatinkan jika melihat data tersebut, penyakit yang diderita tidak hanya asma, tapi juga iritasi mata, iritasi kulit juga, hal ini perlu diperhatikan oleh pemerintah dengan segera.
Asap yang terjadi ini tidak hanya berdampak di dalam negeri yaitu Indonesia, tapi juga sampai ke negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyatakan asap kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan mulai menutupi wilayah Singapura dan sebagian barat Serawak, Malaysia.[7] Malaysia juga terkena dampak langsung dari asap ini. Secara umum jarak pandang di Malaysia mencapai 10 kilometer, tergolong kondusif. Namun di Johor, yang dekat dengan Kepulauan Riau (Kepri) jarak pandang hanya 4.000 meter.[8] Hal ini akan menyebabkan bertambahnya persoalan, karena tidak hanya mengurus dalam negeri, tapi hal ini akan menimbulkan potensi akan terjadinya konflik antar negara.
Jaringan supermarket terbesar di Singapura, NTUC FairPrice menyatakan akan menarik tisu dan produk lain buatan perusahaan asal Indonesia, Asia Pulp & Paper menyusul terjadinya kabut asap yang melanda negeri jiran itu.[9] Dari sektor perdagangan di luar negeri khususnya Singapura yang terkena langsung oleh asap ini akan mengancam Indonesia.
Thailand juga tidak ketinggalan terkena dampak dari asap ini. Departemen Meteorologi Malaysia, mencatat bahwa asap ini telah mencapai selatan Thailand, termasuk di provinsi Songkhla, Trang, Yala and Pattani yang sangat dekat dengan Malaysia.[10]
Dengan adanya asap sampai ke negara tetangga ini bisa jadi menyebabkan dampak yang sangat buruk di kawasan juga. Integerasi kawasan ASEAN juga bisa terancam, karena hal ini juga bisa menyebabkan konflik diantara negara-negara kawasan.
Untuk mencegah terjadinya konflik antar negara, ASEAN kemudian membuat suatu perjanjian untuk mengatur batas lintas negara. Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA dalam Pendapat Akhir Presiden Republik Indonesia mengatakan “Pengesahan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) ini merupakan langkah yang tepat bagi Indonesia untuk menunjukkan keseriusan dalam penanggulangan asap lintas batas akibat dari kebakaran lahan dan/atau hutan. Selama ini Pemerintah Indonesia telah melakukan serangkaian kegiatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran lahan dan/atau hutan, dimana upaya Pemerintah Indonesia tersebut memperoleh apresiasi dalam berbagai forum ASEAN, terutama tahun 2003 sampai 2014.”[11] Ini meneunjukan komitmen Indonesia untuk mengatasi masalah kabut asap yang terjadi selama ini. Namun demikian, pada tahun 2015 kabut asap ini terjadi lagi dan penyebabnya masih sama banyak lahan gambut yang terbakar bukan hanya karena factor alam, tapi juga karena adanya pembakaran hutan yang dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang berujuan untuk pembukaan lahan agar bisa ditanami kelapa sawit.
Seperti yang dilansir oleh berita online BBC, sekitar 20 aktor yang menjadi pelaku dan mereka itu terlibat di lapangan dan mendapatkan keuntungan secara ekonomi dari pembakaran hutan dan lahan. [12]







Analisa
Opini menggunakan teori politik hijau. Menurut Dobson : “...Poitik hijau menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang bersifat eksponen yang berlangsung sepanjang 2 abad terakhir yang merupakan penyebab utama krisis lingkungan yang ada sekarang ini[13].
Secara teori politik hijau, hal yang dilakukan oleh aktor-aktor yang terlibat dalam pembukaan lahan dan pada akhirnya menghalalkan secara demi kepentingan pribadi hal ini memngakibatkan terjadinya krisis terhadap lingkungan. Seperti yang dijelaskan berapa banyak dampak yang terjadi akibat dari pembukaan lahan dengan cara pembakaraan pohon dan asapnya sampai ke seluruh tempat di Riau bahkan ke luar pulau dan lebih parahnya sampai ke luar negeri.
Aksi ini dianggap sangat tidak bertanggung jawab dan aksi yang hanya untuk kekuasaan saja tidak dibenarkan. Kemudian Eckersley mengatakan “... jika semua kekuasaan disentralisasikan, maka tidak akan ada mekanisme untuk mengatur respon terhadap permasalahan lingkungan regional atau global...”[14]  kemudian ada sekelompok peneliti pimpinan Donella Meadows yang meramalkan “...tingkat pertumbuhan pada masa sekarang ini banyak bahan baku yang akan menipis dengan cepat, polusi dengan cepat akan melapaui kapasitas penyerapan lingkungan...”[15]
Kebakaran hutan yang terjadi di Riau beberapa tahun belakangan ini menegaskan ramalan yang dilakukan oleh para peniliti pimpinan Donella Meadows. Terlihat seperti data yang ada di atas bahwa bahan baku yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kehidupan beberapa tahun ke depan justru dimusnahkan begitu saja yang pada akhirnya menimbulkan peningkatan polusi.


[1] Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 1.340 Titik Panas Kepung Sumatera Selatan, Asap Meluas, diakses dalam : http://www.bnpb.go.id/berita/2616/1340-titik-panas-kepung-sumatera-selatan-asap-meluas, (20/10/2015, 16:32)
[2] Ibid
[3] Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kabut Asap Masih Menyelimuti dan Memperburuk Kualitas Udara di Riau, diiakses dalam : http://www.bnpb.go.id/berita/1990/kabut-asap-masih-menyelimuti-dan-memperburuk-kualitas-udara-di-riau, (20/10/2015, 16:40)
[4] Ibid
[5] Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Penderita Penyakit Akibat Asap Riau Naik 2 Kali Lipat, diakses dalam : http://www.bnpb.go.id/berita/1985/penderita-penyakit-akibat-asap-riau-naik-2-kali-lipat, (20/10/2015, 16:46)
[6] Ibid
[7] Yohannie Linggasari, Asap Mulai Mengepung Singapura dan Malaysia, CNN Indonesia, diakses dalam: http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150913042926-20-78359/asap-mulai-mengepung-singapura-dan-malaysia/, (20/10/2015, 17:06)
[8] BMKG: Udara Malaysia & Singapura Tercemari Asap Riau, diakses dalam: http://news.okezone.com/read/2015/09/10/340/1211674/bmkg-udara-malaysia-singapura-tercemari-asap-riau, (20/10/2015, 16:10)
[9] Bambang Priyo Jatmiko, Kabut Asap, Supermarket Singapura Hentikan Penjualan Produk Indonesia, diakses dalam: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/10/07/150315926/Kabut.Asap.Supermarket.Singapura.Hentikan.Penjualan.Produk.Indonesia, (20/10/2015, 17:13)
[10] Asap Indonesia Sampai Thailand, Republika Online http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/10/06/nvrusd335-asap-indonesia-sampai-thailand, (20/10/2015, 17:24)
[11]Indonesia Meratifikasi Undang-Undang Tentang Pengesahan Asean Agreement On Transboundary Haze Pollution (Persetujuan Asean Tentang Pencemaran Asap Lintas Batas), Mentri Lingkungan Hidup, diakses dalam: http://www.menlh.go.id/indonesia-meratifikasi-undang-undang-tentang-pengesahan-asean-agreement-on-transboundary-haze-pollution-persetujuan-asean-tentang-pencemaran-asap-lintas-batas/, (20/10/2015, 17:46)
[12] Isyana Artharini, Siapa ‘aktor’ di balik pembakaran hutan dan lahan?, diakses dalam : http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/09/150923_indonesia_pembakaranlahan (22/11/2015, 20:51)
[13] Scott Burchill & Andrew Linklater, 1996, Theories of International Relations (New York : ST Martin’s Press) dalam terj., M. Sobirin, Teori – teori Hubungan Internasional, Bandung : Nusa Media, hal 338
[14] Ibid hal 340
[15] Ibid hal 342

Tidak ada komentar:

Posting Komentar